HUTAN DAS BARITO KIAN MERANA, ANGGREK BARSEL KIAN RAIB
Lebih setahun yang lalu situs Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia http://www.menlh.go.id/hutan-das-barito-merana, mewartakan: “Selama ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito menjadi kebanggaan masyarakat dari dua provinsi, yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Namun perlu diketahui, saat ini kondisi DAS Barito sudah cukup memprihatinkan.“ Demikian peringatan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Gusti Muhammad Hatta saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) acara National Side Event – World Town Planning Day (NSE-WTPD) di Banjarmasin 25 September 2010.
Dijelaskannya, pada tahun 2009, tutupan hutan pada DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan tersisa hanya 3.15 %, sedangkan di Provinsi Kalimantan Tengah masih agak baik yakni sekitar 38, 77%. Tapi, jika melihat trend selama 9 tahun (tahun 2000 hingga 2009), DAS Barito telah berkurang sekitar 16,38% atau seluas 1.047.163,82 hektar. Besaran luas tutupan hutan yang hilang itu, kata Gusti M Hatta, bagi daerah bukan jumlah kecil, dan kedepan tentu akan semakin memburuk jika pemerintah daerah tidak serius mengatasi masalah ini.
Saat ini persepsi masyarakat maupun pemerintah daerah terhadap hutan tampaknya harus berubah. “Hutan hendaknya tidak lagi dipandang dari manfaatnya yang sempit yakni dari kayunya semata. Tapi, nilai lainnya yang bersifat intangible (non) kayu perlu perhatian serius seperti fungsinya bagi tata air, plasma nuftah, penyerap karbon, penyedia oksigen, iklim mikro dan lain sebagainya, yang bila dihitung justru nilai manfaatnya jauh lebih besir", ujar Hatta.
Khusus untuk Kabupaten Barito Selatan, kehilangan paling terasa dari keaneka-ragaman hayati dan plasma nutfah-nya adalah langkanya penampakan satwa dan tumbuhan endemik tanaman hias dan obat seperti anggrek dan pasak bumi.
Sanggu yang selama ini dikenal sebagai pusat anggrek di Kalimantan Tengah tidak lama lagi akan kehilangan sebutan itu apabila Pemerintah Daerah tidak segera merealisasikan Hutan Konservasi Danau Malawen, pembenahan hutan anggrek alam dan penyelamatan hutan ke arah Manjunre sebab di sekitar Sanggu, Rikut Jawo dan Majunre masih dijumpai anggrek pohon, gintuwung/kantong semar, pohon pasak bumi dan hewan endemik Kalimantan.
Para pemburu anggrek setiap pekan masuk hutan di sekitar Sanggu, Majunre, Bundar, Kananai dan tempat-tempat lain. Mereka rutin menjual hasilnya ke Palangka Raya. Lalu bagai mana anggrek bisa tetap eksis di habitat aslinya kalau semua pengrusakan kita diamkan saja....?
Komentar