BUAH-BUAHAN LANGKA KALIMANTAN YANG ADA DI BARITO SELATAN
LKBN Antara Banjarmasin,18/10 menurunkan tulisan "Buah-buahan khas Kalimantan yang berada di kawasan Kalimantan Selatan kian langka setelah pohon buah-buahan tersebut terus ditebang untuk digunakan sebagai bahan baku gergajian". Demikian keterangan warga di bilangan Kabupaten Balangan kepada ANTARA Kamis.
Berdasarkan keterangan penduduk Desa Panggung, buah khas yang sudah langka seperti jenis maritam (buah sejenis rambutan tapi tidak berbulu), siwau (juga jenis ramburan juga tidak berbulu) asam hurang (mangga kecil rasanya manis).
Buah lain yang pohon kayunya terus ditebang adalah tandui (sejenis mangga tetapi rasanya sangat kecut, biasanya disenangi hanya dijadikan rujak), lahung (sejenis durian berbulu panjang dan lancip dengan warna kulit merah tua), serta mantaula (sejenis durian berklit tebal berduri besar rasanya khas). Buah-buahan yang hanya berada di pedalaman Kalimantan khususnya di Pegunungan tersebut dicari lantaran pohonnya selalu besar sehingga bila dijadikan kayu gergajian maka kayu gergajian dari pohon itu volumenya banyak.
“Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kayu buahan tersebut ditebang diambil kayunya untuk dijual dan untuk bahan bangunan pembangunan rumah penduduk,” kata Rusli penduduk setempat.
Perburuan kayu buah-buahan tersebut setelah kayu-kayu besar dalam hutan sudah kian langka. Sementara permintaan kayu untuk dijadikan vener (bahan untuk kayu lapis) terus meningkat, setelah kayu-kayu ekonomis dalam hutan sudah sulit dicari. Bukan hanya untuk vener, kayu-kayu dari pohon buah itu dibuat papan untuk dinding rumah penduduk atau dibuat balokan serta kayu gergajian.
Beberapa warga menyayangkan penebangan kayu buah tersebut lantaran jenis kayu ini adalah kayu yang berumur tua. “Kalau sekarang ditanam maka mungkin 50 tahunan bahkan ratusan tahun baru kayu itu besar,” kata warga yang lain.
Sebagai contoh saja, jenis pohon buah lahung yang ditebang adalah pohon yang ratusan tahun usianya, makanya pohon lahung yang banyak ditebang ukuran garis tengahnya minimal satu meter. Warga mengakui agak sulit melarang penebangan kayu pohon buah tersebut lantaran itu kemauan pemilik lahan dimana pohon itu berada, sebab pohon itu sebelum ditebang dijual dengan harga mahal, sehingga oleh pemilik lahan dianggap menguntungkan.
Hal ironis serupa terjadi juga di Barito Selatan, bahkan bisa lebih menyakitkan lagi. Bayangkan saja, penduduk yang menebang pohon durian yang sudah tidak produktif di kebunnya sendiri paling tidak harus menyampaikan surat izin kepada aparat.
Belum lagi nasib kayu-kayu pohon buah yang lain seperti kayu ketapi, asam putaran, pohon rambai bahkan pohon ramania dan manggis, saat ini sudah tidak luput lagi dari incaran sebagai bahan baku bangunan yang bernilai ekonomis.
Komentar