SITUS TUGA DI DESA PAMANGKA


TUGA DAN LEWU PANGINTUHU DESA PAMANGKA


Pengantar 
 Pada awalnya desa Pamangka hanyalah pemukiman kecil dengan 9 rumah yang dikepalai 9 kepala keluarga. Dalam kehidupannya kesembilan kepala keluarga ini terlibat kayau. Lantaran aktivitas mereka tergolong beresiko maka timbul fikiran: “Bagaimana kalau seandainya Pamangka juga diserang dari luar, mampukah mereka menghadapinya?”.
             Disamping itu Pamangka dan  sekitarnya juga mulai terjadi perselisihan sehingga diperlukan pertahanan yang kuat untuk menjaga ketertiban. Oleh karena inilah maka mereka bersepakat membuatkan benteng pertahanan. Adapun benteng yang dimaksud bukan saja benteng fisik, harus pula membuat benteng gaib yang diyakini mampu memelihara kemananan desa. Benteng gaib inilah yang dikemudian hari dinamakan Tuga. 

 
 Dalam pengertian masyarakat, Tuga adalah roh-roh gaib para sahabat dari ke-9 (sembilan) orang leluhur desa. Roh-roh gaib tersebut diyakini mampu melindungi setiap orang yang tertindas dan siap membela kebenaran. Sedangkan Pangintuhu adalah roh-roh dari kesembilan orang leluhur desa yang terkenal sakti. Adapun nama-nama kesembilan leluhur desa Pamangka tersebut adalah: 1. Pangalima Nunan bin Matagum , 2. Pangalima Sampu, 3. Pangalima Ginap, 4. Pangalima Nyunre, 5. Pangalima Natan, 6. Pangalima Wadjun, 7. Pangalima Ginro, 8. Pangalima Hendrik, 9. Pangalima Bane. 


Sejarah Tuga dan Pangintuhu
            Pada tanggal 10 Oktober 1809 kesembilan orang Pangalima Pamangka bersepakat membuat benteng pertahanan. Dalam pada itu mereka juga memiliki Roh Penolong yang diyakini mampu membantu menghadapi tantangan hidup. Roh penolong inilah yang mereka tempatkan di benteng gaib bernama Tuga. Maka dengan bantuan Roh Penolong ini mereka mampu mengetahui niat jahat orang lain walaupun yang berniat jahat berada diluar kampung. Mereka pun menyepakati aturan bahwa batas pertahanan adalah 25 meter dari benteng Tuga.  
            Karena usia terus bertambah akhirnya kesembilan tetuha desa Pamangka meninggal dunia. Masyarakat yakin bahwa roh mereka sering muncul di desanya. Roh-roh kesembilan leluhur desa inilah yang disebut Pangintuhu. Biasanya mereka dipanggil dan akan muncul apabila terjadi keadaan darurat atau terjadi perangan besar. Dengan demikian keberadaan mereka membantu siapapun yang berada difihak yang benar.
            Pada tahun 1949 pernah didirikan benteng pertahanan di desa Sanggu dengan memohon bantuan Tuga dan Pangintuhu desa Pamangka. Benteng ini dibangun untuk melawan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dengan demikian benteng dibangun untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah disambut gembira oleh rakyatnya.


            Sebagian pejuang Gerakan Mandau Talawang Pancasila (GMTPS) juga memohon bantuan dari Tuga dan Pangintuhi Pamangka dalam perjuangan menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah. 
            Dari berbagai pengalaman yang terjadi dapat disimpulkan bahwa Tuga dan Pangintuhu masih menolong dan mendampingi siapapun tanpa membeda-bedakan suku, agama dan golongan, asalkan yang bersangkutan dalam kebenaran. Tuga dan Pangintuhu jangan sampai melemahkan iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Tuga dan Pangintuhu hanya boleh dipanggil saat kita benar-benar tertindas.
            Sudah beberapa tahun para ahli waris melaksanakan upacara Marabia Tuga dan Pangintuhu dengan maksud agar benteng ini senantiasa membantu memelihara kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.    (Sumber: Atung Asep, Ahli Waris)

Komentar

Postingan Populer