Adat Bapapai Masih Hidup di Kalteng
Banjarmasinpost.co.id - Sabtu, 6 November
2010
BANJARMASINPOST.CO.ID - Budaya adat Suku Bakumpai,
disebut "Bapapai" kini masih hidup dan berkembang di kalangan
masyarakat wilayah pedalaman Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Pak Janan tokoh adat warga Muara tuhup, Kebupatan Murung Raya (Mura) di Puruk Cahu, Jum’at mengakui, budaya Babapai masih berkembang di era serba modern ini, lantaran warga tak ingin meninggalkan budaya tersebut, karena takut kualat.
Budaya tersebut diselanggarakan terutama di saat proses adat perkawinan suku Bakumpai, tambahnya.
Ritual Bapapai, adalah sebuah acara mandi kembang calon pengantin yang dilaksanakan pada malam hari, biasanya setelah akad nikah sekitar pukul 20.00 hingga pukul 10.00 Wib.
Sudah suatu kebiasaannya warga suku yang banyak tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, pedalaman Kalteng melakukan acara akad nikah pada malam hari.
Proses mandi kembang cukup sederhana dan unik, yaitu sebelum mandi kembang, kedua calon pengantin harus berputar mengelilingi tempat mandi yang dipagari benang hitam, diiringi oleh tujuh orang wanita yang berperan sebagai dayang.
Kemudian setelah berputar sebanyak tujuh kali calon pengantin duduk di tempat yang telah disediakan untuk dimandikan oleh tujuh orang dayang secara bergantian.
Untuk kemudian kedua mempelai didandani layaknya para dayang yang melayani raja dan ratu.
Adat budaya suku Bakumpai ini diartikan mempelai membersihkan dan membuang masa lalu atau masa remaja, untuk kemudian bersiap dengan jiwa raga yang bersih menyongsong hari depan yang lebih bersih seperti layaknya seorang yang baru saja dimandikan.
Dikarenakan acara Bapapai ini dilakukan harus di lapangan terbuka maka acara ini menjadi tontonan gratis bagi masyarakat setempat dan biasanya cukup ramai dikunjungi warga, karena acara ini hanya terselenggaran saat perayaan perkawinan saja.
Di tengah kemajuan jaman sekarang ini adat budaya Bapapai nampaknya tidak terkikis oleh budaya lain dan tidak bisa perayaannya digantikan dengan acara lain karena ini sangat erat dengan keyakinan masyarakat turun temurun, kata Pak Janan.
Ditambahkannya kalau warga tidak melaksanakan acara Bapapai, kemungkinan besar calon pengantin akan selalu ada masalah dalam berkeluarga atau sering mereka sebut siksa, karena tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh para leluhur.
Hal sama juga dikatakan oleh bapak inau bapak dari enam orang anak ini juga selalu mengadakan acara Bapapai setiap ada acara perkawinan pada putera puteri mereka, karena sangat yakin akan adat leluhur mereka.
Pak Janan tokoh adat warga Muara tuhup, Kebupatan Murung Raya (Mura) di Puruk Cahu, Jum’at mengakui, budaya Babapai masih berkembang di era serba modern ini, lantaran warga tak ingin meninggalkan budaya tersebut, karena takut kualat.
Budaya tersebut diselanggarakan terutama di saat proses adat perkawinan suku Bakumpai, tambahnya.
Ritual Bapapai, adalah sebuah acara mandi kembang calon pengantin yang dilaksanakan pada malam hari, biasanya setelah akad nikah sekitar pukul 20.00 hingga pukul 10.00 Wib.
Sudah suatu kebiasaannya warga suku yang banyak tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, pedalaman Kalteng melakukan acara akad nikah pada malam hari.
Proses mandi kembang cukup sederhana dan unik, yaitu sebelum mandi kembang, kedua calon pengantin harus berputar mengelilingi tempat mandi yang dipagari benang hitam, diiringi oleh tujuh orang wanita yang berperan sebagai dayang.
Kemudian setelah berputar sebanyak tujuh kali calon pengantin duduk di tempat yang telah disediakan untuk dimandikan oleh tujuh orang dayang secara bergantian.
Untuk kemudian kedua mempelai didandani layaknya para dayang yang melayani raja dan ratu.
Adat budaya suku Bakumpai ini diartikan mempelai membersihkan dan membuang masa lalu atau masa remaja, untuk kemudian bersiap dengan jiwa raga yang bersih menyongsong hari depan yang lebih bersih seperti layaknya seorang yang baru saja dimandikan.
Dikarenakan acara Bapapai ini dilakukan harus di lapangan terbuka maka acara ini menjadi tontonan gratis bagi masyarakat setempat dan biasanya cukup ramai dikunjungi warga, karena acara ini hanya terselenggaran saat perayaan perkawinan saja.
Di tengah kemajuan jaman sekarang ini adat budaya Bapapai nampaknya tidak terkikis oleh budaya lain dan tidak bisa perayaannya digantikan dengan acara lain karena ini sangat erat dengan keyakinan masyarakat turun temurun, kata Pak Janan.
Ditambahkannya kalau warga tidak melaksanakan acara Bapapai, kemungkinan besar calon pengantin akan selalu ada masalah dalam berkeluarga atau sering mereka sebut siksa, karena tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh para leluhur.
Hal sama juga dikatakan oleh bapak inau bapak dari enam orang anak ini juga selalu mengadakan acara Bapapai setiap ada acara perkawinan pada putera puteri mereka, karena sangat yakin akan adat leluhur mereka.
red: Eka D Sumber: kompas.com
Komentar